Di sinilah Juri sekarang, menunggu suaminya yang belum pulang. Padahal sudah jam 2 pagi. Matanya sudah memberat, tetapi ia usahakan agar tetap terbangun. Makanan yang sedari tadi ia siapkan sudah menjadi dingin.
*Krietttt
“Akhirnya...”,
Terlihat sosok pria yang loyok dan matanya yang ‘kosong’ membuka pintu masuk.
“Jesse, apa kamu tidak lapar? Aku sudah siapkan makan malam untukmu.”
Tetapi lelaki yang ditanya hanya melepas sepatu dan berjalan menuju kamarnya.
“Apa kamu sudah meminum obatmu?” Tanya Juri, Jesse hanya melirik Juri dan menjawab “Sudah.”
3 tahun lalu
3 Juli 2017. Hari di mana Jesse dan Juri sudah official menjadi couple. Dan sekarang mereka sedang ngedate di rumah Juri. “Jesse, kamu mau makan apa?” tanya Juri “Makan kamu aja boleh gak?” jawab Jesse sambil nyengir² kagak jelas.
Juri hanya ngeblush sambil nahan senyuman “Ihhhh, ini mau aku coba masakin sesuatu buat kamu, untuk date pertama kita, aku mau cobain bikin sesuatu yang simple tapi bermakna! Kamu tahu kan aku belum pernah memasak? Jadi aku ingin sekali memasak untuk kamu.”
“Hmmm.... kalau aku bisa milih... paling nasi goreng omelet?” sebenarnya makanan kesukaan Jesse tuh pecel lele, tapi dia pengen keliatan cool di mata Juri dengan bilang “Omelet” awalnya aja dia ngira omelet itu sebagai pelet ikan, tapi akhirnya dia tau itutuh makanan saat temennya yaitu Taiga ngebeli ‘Omelet’ buat makan bareng. Akhirnya Jesse tau deh kalau itu makanan, lagian sarab amat si Taiga ngebeli pelet ikan buat makan. ◉‿◉
“WOKE!” jawab Juri yang segera mengambil apron dan mencoba memakainya. Tapi ia terlihat kesulitan untuk mengikat apronnya ke belakang. Tiba² terasa 2 tangan kekar mengikat apron tersebut dan memeluk Juri dari belakang, “Ntar kalau kamu masak, hati² jangan sampai kena pisau, aku paling g mau ngelihat kamu terluka.” Ucap Jesse sambil menaruh dagunya di leher Juri.
Juri? Jantungnya sekarang sudah berdetak tak karuan. Memang Jesse sudah biasa ngegombalin Juri, tapi tetep aja hatinya klepek². Tapi tak lama, Jesse mulai mencium dan menghisap leher Juri.
“Shhhh Je-Jesse....” Dipukullah kepala Jesse oleh Juri “Heh! Ngambil kesempatan dalam kesempitan ya kamu! Udah istirahat dulu aja di kamar aku, kamu pasti capek ngurusin dokumen ayah kamu.” Ayah Jesse memang seorang pebisnis terkenal, dan 2, bulan lagi setelah Jesse lulus kuliah, ia akan langsung mengambil alih perusahaan ayahnya.
“Shhhh sakit tau beb. Garang banget punya pacar...” ringis Jesse sambil mengelus-elus kepalanya. “Ya udah, aku mau tiduran sebentar ya, ntar kalau udah selesai panggil aja aku di kamar.” Yang hanya dibalas sign👌 oleh Juri.
Akhirnya, setelah perjuangan, Juri akhirnya selesai membuat omelet. Gimana gak perjuangan? Sekarang jari kanan dan kiri Juri sudah dipenuhi plester karena kecerobohannya saat memotong. Pergelangannya tadi juga sempat terbakar karena terkena wajan panas.
“Hmmm... Jesse masih tidur ya. JESSEEEHHHHH!!!!!!!!!!” Jesse yang tadi tidur auto duduk ngedenger suara nyaring Juri “Iya, sebentar.”
Keluarlah ia dari kamar, Juri yang sudah tidak sabar untuk Jesse mencicipi masakannya duduk dengan kaki yang sedari tadi menghentak-hentak menunjukkan rasa ketidaksabarannya.
Jesse duduk dan mencoba makanan buatan Juri, saat memasukkan makanannya ke mulut, ia langsung kesusahan makan, “Ini nasi goreng atau obat maag?” batin Jesse, rasanya sangat pahit dan asin, sudah tidak bisa lagi dibandingkan dengan makanan. Muka Jesse langsung berubah suram, sedangkan Juri yang melihatnya langsung menunduk ke bawah menahan rasa malu dan menyembunyikan tangannya yang terluka.
Jesse sadar bahwa tangan Juri terluka akibat kerja kerasnya untuk membuat masakan ini. Ia langsung melahap makanan itu dengan sendokan besar. Juri yang melihatnya langsung terkejut “Eh Jesse! Kalau tidak enak g ush dimakan.”
“Hei, Tanaka Juri! Siapa yang bilang tidak enak? Kamu bahkan belum mendengarku berbicara sudah mengambil kesimpulan duluan. Menurutku, ini sangat enak untuk orang yang pertama kali memasak, mungkin lain kali, kau bisa mengurangi garamnya sedikit.” Ucapnya sambil melahap habis nasi goreng omelet tersebut, Juri yang melihat langsung tersenyum bahagia
“Benarkah?” Jesse yang melihat ekspresi bahagia Jesse hanya tersenyum dan mengangguk sambil mengacak rambut Juri “Ya ampun, pacarku ini ternyata sangat lucu ya.”
“Oh iya, Jesse, boleh pinjam HP kamu sebentar g? HP aku ada di kamar.” Jesse yang berusaha mengumpulkan kesadarannya setelah memakan nasi goreng Juri langsung meraba-raba kantungnya dan memberikan HP keduanya nya kepada Juri. Sebenarnya Jesse memiliki 2 HP, yang satu untuk kebutuhan bisnis, serta kuliah, yang kedua HP pribadi untuk menyimpan kontak teman dan org terdekatnya.
Jesse juga jarang aktif di HP kedu, karena dia lebih suka bertemu langsung dan sibuk mengurus perusahaan ayahnya lewat HP pertama. Orang-orang pun lebih sering menelepon atau ngechat ke HP bisnis karena Jesse lebih on di HP yang itu.
Juri yang melihat HP Jesse tentunya terkejut dan sakit hati
Di wallpaper Jesse terdapat foto dia dengan mantanya yaitu Hokuto. Belum lama ini Jesse mengganti wallpapernya di HP yang pertama dengan foto mereka bersama dan Jesse bilang sendiri “Kamu beruntung loh jadi wallpaper aku, karena hanya orang yang aku cintai dan percaya yang pantas aku jadikan wallpaper.” Ia tahu bahwa Hokuto dan Jesse sudah putus dan ia memang jarang membuka HP keduanya, tapi tetap saja rasanya sakit.
Jesse penasaran melihat ekspresi Juri yang tiba² murung. “Kenapa?” Juri hanya menggelengkan kepalanya dan mengembalikan HP Jesse. Pemilik HP tersebut pun penasaran dam membuka HP nya, tentu ia sama terkejutnya dengan Juri, ia sudah lama tidak mengganti wallpapernya.
Ia pun mengangkat HP nya “Juri, liat sini.” Juri pun melirik Jesse yang berusaha mengambil selfie. Jesse langsung memasangnya menjadi wallpaper, ia melirik Juri dan mencium keningnya. "Gimana, bagus kan wallpaper barunya?"
(To be continued)
Juri melihat tas kerja Jesse yang ia tinggalkan di atas kursi dan melihat bahwa obatnya masih penuh.
Juri pun segera berlari ke kamar Jesse, dan melihat bahwa ia sekarang sedang tiduran dengan selimut membelakangi Juri.
"Jesse, tolong minum obatmu terlebih dahulu."
"Keluar." satu kata yang tak asing bagi Juri, tetapi tak peduli seberapa sering ia mendengar kata itu, rasa sakit di hatinya tak pernah berubah.
"Jesse, sudah berapa kali aku bilang bahwa kau harus rutin meminum obat-"
"Aku mohon keluar..." lirih Jesse menahan tangisan.
"Baiklah, tapi aku mohon untuk kedepannya kau rajin meminum obatmu." Juri akhirnya keluar dari kamar dan menelepon sekretaris Jesse bernama Kochi.
"Kochi, apa tadi ada kejadian di kantor?"
"Tidak ada tuan malah tadi di kantor semuanya berjalan lancar, bahkan investasi yang Tuan Jesse tanamkan meraih untung 3x lipat. Sampai² Tuan Jesse menjadi sangat energetik dan menari-nari di atas meja kantornya. Apa ada masalah, Tuan Juri?"
"Ah... tidak ada kok... tapi, apa tadi kamu melihat Jesse meminum obatnya?" Juri merasa ragu² untuk menceritakan ini kepada Kochi.
"Tentang itu, saya sudah mengingatkannya, tetapi dia bilang bahwa dia baik-baik saja. Apa Tuan Jesse kambuh lagi?"
"Sepertinya, tapi tidak apa², maaf sekali saya menelepon malam²." ucap Juri sambil menatap khawatir punggung Jesse yang berada di atas kasur.
"Tidak apa², Tuan Juri."
Di titik ini, Juri sudah tidak tahu harus apa, sungguh, ia hanya mengkhawatirkan suaminya dan hanya ingin dia sembuh...
Esok hari
Jam 5 Juri sudah bangun dan mempersiapkan sarapan untuk Jesse, tenang saja, kemampuan memasaknya sudah berkembang dan bisa dipastikan ia tidak akan meracuni Jesse dengan masakannya.
"Jesse, ayo turun, sarapan sudah siap." Jesse turun kebawah sambil berlari "WIH, KAYAKNYA ENAK NIH MAKANANNYA, MAKASIH YA BABY!" teriak Jesse sambil mondar-mandir tidak jelas. Juri yang melihatnya hanya tersenyum bahagia, ia berharap Jesse akan selalu seperti ini, walaupun itu tidak mungkin.
Juri dan Jesse sempat berbincang-bincang, lebih tepatnya Jesse yang dengan semangat menceritakan pengalaman²nya dan secara cermat Juri dengarkan.
Selesai sarapan Jesse pun beres² dan berlari keluar pintu sampai kakinya kepentok meja "Awwwww!" Juri yang melihat hanya tertawa lepas, tepat di depan pintu sebelum Jesse ingin keluar, ia kembali berlari untuk memberikan kecupan di bibir Juri
"Aku berangkat dulu ya Juri!" teriaknya sambil melambai-lambaikan tangannya sebelum menutup pintu.
Sekarang sudah jam 9, Juri pun pergi keluar untuk membeli bahan² yang sudah mulai menipis, di sanapun ia bertemu dengan temannya yaitu Hokuto, mereka sempat berbincang-bincang sebentar sebelum Juri kembali pulang ke rumah.
Saat ia membuka pintu, ia terkejut melihat Jesse dengan ekspresi mematikan mencengkeram dan menyeret tangannya secara tiba². "Awww Jesse! Apa²an sih!" Jesse pun menghempaskan tangan Juri
"Apaan kamu bilang? Seharusnya aku yang nanya begitu! Ngapain kamu tadi jalan-jalan sama Hokuto?!" Juri hanya menjawab Jesse malas,
"Tenang Juri, mungkin hari ini ia belum meminum obatnya."
"Jesse, aku sama Hokuto tadi g sengaja ketemu, aku juga udah temenan sama dia dari dulu, lagian Hokuto kan udah punya pacar, tolong jangan mikir yang engga-engga." Tetapi lelaki di depannya malah terlihat semakin murka dan kembali menyeret tangan Juri dan menghempaskan empu ke kasur.
"Gak bisa Juri, kamu harus ku hukum."
[To be continued]